Indramayu

Umumnya, semanggi hanya dianggap tumbuhan liar di pematang sawah. Namun, di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, tanaman berdaun empat ini tampak menghampar luas. Omset budidaya tanaman ini mencapai jutaan rupiah.

Pemandangan hijau yang luas di persawahan Desa Jayawinangun, Kecamatan Kedokanbunder, Kabupaten Indramayu itu menarik perhatian. Ternyata, tumbuhan kelompok paku air dari genus Marsilea itu sengaja di budidaya oleh petani setempat.

Sidi (60) salah satunya. Sejak setahun lalu ia sudah membudidaya tumbuhan semanggi tersebut. Di lahan sawah seluas 200 Bata (14 m² = 1 Bata), Sidi mengelola tumbuhan dengan rutin.



Semanggi daun empat yang berusia 10-12 hari mulai dipanen. Untuk penjualan berkelanjutan Sidi hanya memanen seperempat dari total luas budidaya.

“Sudah setahun menanam. Kalau panen per seratus bata bisa 3 kwintalan,” kata petani semanggi, Sidi, Jumat (2/12/2022).

Dari sistem panen berkala itu. Sidi mengaku bisa menjual daun semanggi setiap hari. Tak hanya dijual di pasaran, ia pun sering menerima pesanan dari orang hajatan maupun lainnya.

1 kilogram daun semanggi di banderol harga Rp. 8000,-. Setiap panen, omset yang didapat Sidi bisa mencapai 2 jutaan. Bahkan, diakui Sidi hasil budidaya ini empat kali lipat dibandingkan hasil tanam padi.

“Harganya delapan ribu perkilogram. Daunnya saya bungkus perkilogram di plastik dan jual ke pasar sampai beberapa tetangga desa. Kadang ada juga yang pesan untuk hajatan,” ujarnya.

Budidaya semanggi di Indramayu, omzetnya capai puluhan juta RupiahBudidaya semanggi di Indramayu, omzetnya capai puluhan juta Rupiah Foto: Sudedi Rasmadi/detikJabar

Prosesnya pun tidak sulit, kata Sidi, menumbuhkan semanggi hanya butuh pasokan air yang cukup. Dan pemupukan rutin agar tumbuhan berkembang lebih maksimal.

“Yang baru dipanen harus diinjak pakai alat. Agar tanamannya tumbuh bagus lagi. Kalau musim kemarau ya sedot air dari sungai,” ujar Sidi menuturkan cara budidaya tumbuhan semanggi.

Namun, penggunaan lahan untuk budidaya semanggi harus diperhatikan. Maksimal, setiap 5 tahun, harus dilakukan pengerukan lahan, agar akar yang sudah menumpuk bisa dihancurkan.

“Kan lama kelamaan akarnya numpuk. Jadi kalau sudah 5 tahun harus dibedol. Tanahnya digarap lagi.

Sekedar diketahui, budidaya di persawahan Desa Jayawinangun ini mulai berkembang sejak 10 tahun lalu. Hingga kini, puluhan hektare sawah dimanfaatkan untuk budidaya tumbuhan paku tersebut.

Umumnya, masyarakat setempat mengolah daun semanggi untuk sebagai sayur bening atau rumbah dan pecel.

(yum/yum)