Tag: Gunung

Gubernur serahkan bantuan bagi Kelompok Tani Desa Gunung Putih

Tanjung Selor (ANTARA) – Di sela-sela kesibukannya sehari-hari, Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Drs H Zainal A. Paliwang, SH., M.Hum secara langsung menyerahkan bantuan berupa alat pertanian kepada sejumlah kelompok tani di Desa Gunung Putih, Kecamatan Tanjung Palas, Kamis (8/12).

Gubernur Kaltara ini memang dikenal sebagai sosok yang merakyat, dan sangat sederhana. Bahkan, orang nomor satu di jajaran Pemprov Kaltara itu tak sungkan terjun langsung mengunjungi warganya.

Tampak membaur sambil lesahan bersama warga yang hadir, Zainal meminta agar para petani lebih produktif dalam menjalankan kegiatan pertanian.

“Semoga bantuan yang diberikan bermanfaat dan dapat meningkatkan hasil pertanian masyarakat, saya juga minta agar bantuan yang diberikan dijaga dengan baik,” harap Gubernur.

Gubernur optimis dengan meningkatnya produktivitas pertanian akan menambah nilai pendapatan ekonomi bagi masyarakat petani sekitar.

Untuk itu, dirinya bersama dinas terkait berkomitmen akan terus memperjuangkan kebutuhan seluruh petani di Kaltara sebagai bagian dari pelayanan Gubernur bagi masyarakat.

“Gubernur itu tugasnya melayani bukan dilayani. Apa adanya saja, tidak perlu yang terlalu protokoler, yang penting apa yang menjadi tujuan kita hari ini, ditempat ini, dapat kita wujudkan bersama-sama,” ungkap Gubernur.

Sementara kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kaltara, Heri Rudiyono mengungkapkan sebagai sentra sayuran dan ternak sapi, Desa Gunung Putih diberikan bantuan oleh Gubernur agar produktivitas meningkat.

“Sumber sayur yang ada di Tanjung Selor (Ibukota Kaltara) sebagian besar berasal dari Desa Gunung Putih, ada juga dari daerah lain seperti Tanjung Buka dan Teras tapi sebagian besar dari sayur dan ternak berasal dari sini,” ujar Heri.

Selain ratusan alat semprot pertanian, Gubernur melalui DPKP juga memberikan berbagai obat-obatan bagi tumbuhan khususnya rumput, jamur dan hama.

“Saya berharap kita kompak baik petani, pembina kabupaten dan kota serta provinsi Iagar bersatu dan bangga menjadi petani. Kaltara memiliki prospek yang baik, yakni dalam hal menyediakan pangan KIPI, menyiapkan pangan IKN. Untuk itu, kita harus bangun dari sekarang,” pungkasnya. (dkisp)

Baca juga: Pengembangan SDM, Pemprov Kaltara dengan UT Sepakat Teken MoU

Baca juga: Perpustakaan Desa Gunung Putih sabet 4 penghargaan nasional

Baca juga: Warga Antusias Saksikan Balap Perahu dan Ketinting ‘Festival Sungai Kayan’

Baca juga: Gubernur minta rute Tarakan-Tawau dibuka kembali

Baca juga: Kepala daerah diminta fokus hadapi yantangan global


Lebih 100 Tahun Hilang, Peneliti Indonesia Temukan Kembali Katak Pelangi di Gunung Nyiut

  • Katak pelangi (Ansonia latidisca) pertama kali dilaporkan pada tahun 1893 oleh ahli botani Jerman, Johann Gottfried Hallier, di bagian hulu Sungai Sambas, Kalimantan Barat.
  • Ciri fisiknya berkaki kurus dan panjang, Panjang tubuhnya antara 30 – 50 mm. Kulit bertotol-total, dengan berwarna hijau terang, ungu dan merah.
  • Katak pelangi ini adalah spesies malam yang aktif di sekitar sungai berbatu-batu (stream river).
  • Selain katak pelangi beberapa spesies tumbuhan baru juga dijumpai di CA Gunung Nyiut.

 

“Mas Harley, ternyata benar. Itu katak yang telah [lama] dianggap hilang. Satu dari 10 katak paling di cari dalam daftar pencarian global amfibi yang hilang tahun 2010 oleh Conservation International,” sebut Randi Agusti melalui sambungan ponsel.

Randi adalah seorang botanis dan peneliti muda yang turut dalam kegiatan Ekspedisi dan Eksplorasi Gunung Nyiut 2022 yang digagas BKSDA Kalbar. Kawasan konservasi ini terletak di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkayang, Sambas dan Sanggau, Kalimantan Barat.

Penjelasan Randi melampaui ekspektasi saya. Waktu ekspedisi yang singkat, -kurang dari 10 hari, dan hujan terus-menerus di lokasi, kami tak menyangka jika berhasil menemukan kembali katak pelangi atau sambas stream toad (Ansonia latidisca) di habitat aslinya.

Katak pelangi pertama kali dilaporkan keberadaanya pada tahun 1893 oleh ahli botani asal Jerman, Johann Gottfried Hallier, di bagian hulu Sungai Sambas, di puncak Gunung Damus, Gunung Nyiut, yang sekarang bagian Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.

Katak ini pernah dilaporkan di jumpai di tahun 1920-an. Sejak itu ‘lenyap’ dari bumi Nusantara. Perjumpaan terakhir dilaporkan oleh sekelompok peneliti herpetologi di Penrissen, Sarawak, Malaysia pada tahun 2011.

Luar biasanya, setelah 129 tahun berselang, katak pelangi dapat di jumpai kembali oleh para ahli botani Indonesia. Tepat di Hari Kemerdekaan RI ke-77 tanggal 17 Agustus 2022.

Baca juga: Katak-katak Pantai Selatan, Jenis Baru dari Hutan Pulau Jawa

Katak pelangi (Ansonia latidisca) yang dijumpai di CA Gunung Nyiut. Dok: Tim Jelajah CA Gunung Nyiut BKSDA Kalbar 2022.

 

Perjumpaan Tidak Terduga  

Sejak pertamakalinya ditemukan ciri-ciri katak pelangi hanya di ketahui dari satu gambar ilustrasi, sketsa berwarna hitam putih, yang dibuat oleh Hallier.

Ciri fisiknya berkaki kurus dan panjang, dengan tubuh bertotol-totol. Tubuhnya berukuran kecil, panjang antara 30 – 50 mm. Kulit belakang berwarna hijau terang, ungu dan merah. Nama pelangi yang kemudian disematkan pada katak ini sesuai corak warna kulitnya tersebut.

Bintik-bintik katak ini berwarna tampak pada kulit belakang tidak rata, tetapi seperti batu kerikil atau mirip kutil. Dikutip dari National Geographic, seorang ahli amfibi dari Conservation Internastional, Robin Moore, menyebut kulit seperti itu biasanya menunjukkan tanda-tanda adanya kelenjar racun.

Dari ciri tersebutl, kami yakin katak yang kami jumpai di  Gunung Nyiut adalah katak pelangi. Saat kami temukan, ia sedang berkamuflase mengikuti warna helai daun tempatnya mendekam. Cara ini adalah upaya melindungi dirinya untuk mengelabui satwa pemangsanya.

Malam harinya, -saat hujan telah reda, saya, Randi dan tiga orang rekan lainnya melakukan herping di aliran sungai kecil berbatu-batu yang tidak jauh dari basecamp. Katak pelangi adalah spesies malam yang aktif di sekitar sungai berbatu-batu.

Setelah perjumpaan hari itu, -bahkan hingga kami kembali ke Kantor BKSDA Kalbar di Kota Pontianak, kami belum sadar jika katak tersebut adalah katak pelangi. Saya baru sadar tiga hari kemudian setelah tiba kembali di Bogor, tempat saya tinggal, setelah mengecek ke referensi ciri-ciri fisiknya.

Baca juga: Katak Tanduk, Spesies Baru dari Kalimantan

 

Tim ekspedisi CA Gunung Nyiut. Dok: Tim Jelajah CA Gunung Nyiut BKSDA Kalbar 2022.

 

Capaian Luar Biasa

Sadtata Noor Adirahmanta, pejabat Kepala BKSDA Kalbar saat itu menyebut kegiatan jelajah Gunung Nyiut telah mendapatkan capaian luar biasa.

“Beberapa spesies tumbuhan baru sudah ditemukan dan dikonfirmasikan memang benar merupakan spesies baru. Bahkan ada beberapa di antaranya merupakan new record atau sebelumnya belum pernah ditemukan di Indonesia.”

Temuan ini juga menjadi pesan penting bagi para pemangku kepentingan untuk menjalankan amanah konservasi.

“Adanya temuan menunjukkan ada banyak hal lain yang belum kita temukan. Ini seharusnya menjadi titik tolak untuk melakukan penjelajahan lebih luas lagi,” lanjutnya.

Terkait dengan penemuan kembali katak pelangi, BKSDA Kalbar lebih lanjut akan merancang survei habitat dan pendugaan populasi sebaran jenis ini di CA Gunung Nyiut. Meski demikian, informasi titik koordinat distribusinya perlu dirahasiakan. Mengingat spesies ini menjadi incaran kolektor fauna bernilai tinggi.

“Paling utama adalah hasil temuan yang diperoleh segera dilakukan kajian dan dipublikasi pada jurnal ilmiah, agar kelestarian habitatnya dan upaya perlindungan kawasannya terjaga,” sebut Kepala BKSDA Kalbar, Wiwied Widodo.

Sebutnya, langkah-langkah strategis konservasi keanekaragaman jenis endemik CA Gunung Nyiut akan disiapkan agar penemuan kelimpahan jenis-jenis baru pun dapat diungkap.

 

*Harley Bayu Sastha, penulis buku, petualang, penjelajah, dan pemerhati kegiatan alam bebas. Pendiri dan redaksi e-magazine Mountmag.

 

***

Gambar utama: Katak pelangi (Ansonia latidisca) dari balik daun. Dok: Tim Jelajah CA Gunung Nyiut BKSDA Kalbar 2022.

 

 


Kawanan Monyet Turun Gunung Cari Tempat Baru Pascagempa Cianjur

Cianjur

Pascagempa bumi 5,6 M yang mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat sejumlah monyet ekor panjang turun ke pemukiman warga. Monyet liar itu berkeliaran di permukiman warga di Kampung Gunung Putri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Periset Pusat Studi Komunikasi Lingkungan Fikom Universitas Padjajaran (Unpad) Herlina Agustin mengungkap, diduga habitat monyet tersebut rusak akibat terdampak gempa bumi.

“Menurut saya habitatnya rusak karena gempa, jadi dia juga cari makanan dan cari tempat baru setelah habitatnya rusak. Cianjur memang banyak habitatnya, seperti di Cugenang ada tempatnya,” kata Herlina kepada detikJabar dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (30/11/2022).



Herlina menyebut, monyet-monyet yang turun ke pemukiman itu belum memiliki tempat baru untuk ditinggali. “Mungkin mereka sekarang lagi cari tempat karena posisinya memang belum menetap setelah habitatnya kemarin rusak akibat gempa dan longsor,” ungkap Herlina.

Menurutnya, monyet merupakan hewan herbivora atau pemakan tumbuhan sehingga mereka harus melintasi permukiman demi mendapatkan tempat tinggal baru yang bisa memenuhi kebutuhan makanannya. Tempat yang nyaman dibutuhkan agar mereka juga bisa berproduksi. “Bisa reproduksi dan bisa makan, kemungkinan dia akan cari tempat tersedia makanan yang banyak seperti daun dan buah,” terangnya.

Herlina meminta masyarakat jangan memberi makan kepada monyet-monyet tersebut. Hal itu dilakukan agar insting liar monyet ekor panjang itu tidak hilang.

“Jangan dikasih makan sama manusia dikhawatirkan jadi agresif. Nanti mereka juga bakal cari tempat yang paling pas. Saya khawatirkan mereka dekat dengan manusia tapi liar, juga korek-korek sampah,” jelasnya Herlina.

Sebelumnya, Niko Rastagil yang merupakan warga sekitar mengatakan, monyet-monyet liar tersebut berlompatan di atas genting dan kebun warga untuk mencari makanan.

“Efek gempa, monyet turun dan berkeliaran di pemukiman. Ada sekitar 10 ekor monyet yang berkeliaran sejak kejadian gempa sampai hari ini,” ujar Niko, Selasa (29/11).

Menurut Niko, kawanan monyet tersebut biasanya turun jika ada bencana, terutama gempa bumi. Kosongnya rumah-rumah warga lantaran sebagian besar penghuninya mengungsi membuat monyet berani turun ke pemukiman. “Warga sini percaya kalau monyet turun akan ada bencana. Kalau sekarang kan memang masih ada gempa susulan, makanya mereka turun karena merasa terancam di habitatnya. Apalagi pemukiman warga kan kosong, karena warga mengungsi di tenda,” kata Niko.

Dia mengatakan kawanan monyet tersebut mengambil makanan yang ada di dalam rumah warga hingga di kebun warga. “Mereka ada yang ngambil makanan di dalam rumah, ada juga yang turun ke kebun warga untuk cari makanan. Pada dasarnya mereka kelaparan, sedangkan di habitatnya dianggap tidak aman karena gempa susulan terus,” ucap Niko.

(ral/iqk)