Magetan –
Telaga Sarangan merupakan destinasi wisata andalan di Magetan. Telaga ini juga dikenal dengan nama Telaga Pasir.
Telaga Sarangan berada di lereng Gunung Lawu. Tepatnya di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Secara administrasi, Telaga Sarangan masuk Desa Sarangan, Kecamatan Plaosan.
Telaga Sarangan terbentuk secara alami dengan luas sekitar 35 hektare. Uniknya, di tengah telaga ada pulau yang rindang dengan tumbuhan liar.
“Luas telaga sekitar 35 hektare dan di tengahnya ada pulau kecil luas sekitar 3 ribu meter persegi, yang dikelilingi oleh perahu speed boat yang dinaiki pengunjung Telaga Sarangan,” ujar Sesepuh Kelurahan Sarangan, Soetowo kepada detikJatim, Kamis (10/11/2022).
Soetowo juga Kepala Dusun Ngluweng di Kelurahan Sarangan. Ia menjelaskan, masyarakat sekitar telaga menganggap pulau di tengah telaga sebagai tempat keramat.
Pulau di tengah Telaga Sarangan dipercaya sebagai tempat bersemayam roh leluhur yakni Kiai Pasir dan Nyai Pasir.
“Jadi keberadaan Kiai Pasir dan Nyai Pasir sampai saat ini belum ada yang mengetahui karena hanya cerita. Tapi masyarakat Magetan percaya bahwa saat ini Kiai Pasir dan Nyai Pasir selalu menjaga dan menunggu Telaga Sarangan,” ungkap Soetowo.
Telaga Sarangan berjarak sekitar 16 kilometer dari Kota Magetan. Menurut Soetowo, telaga ini sudah ada sejak tahun 1438. Telaga Sarangan sempat disebut Telaga Pasir karena tak bisa dilepaskan dengan legenda Kiai Pasir dan Nyai Pasir.
“Memang Telaga Sarangan dulu juga disebut Telaga Pasir namanya. Tapi seiring waktu masyarakat menyebut Telaga Sarangan karena nama kelurahannya Sarangan,” jelas Soetowo.
“Nama Telaga Sarangan ada sejak tahun 1438 dan memang tidak lepas dari legenda Nyai Pasir dan Kiai Pasir,” sambungnya.
Warga sekitar percaya, Kiai Pasir dan Nyai Pasir telah mukso (moksa) atau menghilang bagai ditelan bumi. Warga juga percaya, Kiai Pasir dan Nyai Pasir menjadi penunggu Telaga Sarangan hingga saat ini.
“Ceritanya konon itu Kiai Pasir dan Nyai Pasir itu mukso atau hilang lenyap dan tanpa bekas. Namun saat ini masyarakat mempercayai masih menunggu Telaga Sarangan ini,” kata Soetowo.
Lebih lanjut Soetowo bercerita, Kiai Pasir memiliki dua nama lain, yakni Kiai Mundir dan Kiai Jailelung. Nyai Pasir juga memiliki dua nama lain yakni Nyai Ramping dan Nyai Werdiningsih.
Menurut Soetowo, setiap tahun ada ritual di Telaga Sarangan dengan labuh sesaji. Ritual labuh sesaji disebut larungan tumpeng gonobau serta hasil bumi dari masyarakat Sarangan, sebagai wujud syukur atas panen melimpah.
Air yang mengalir masuk ke Telaga Sarangan berasal dari sumber mata air Godangan Gede. Kepala Kelurahan Sarangan, Prima Suhardi Putra menjelaskan, pengairan Telaga Sarangan masuk wilayah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo. Bendungan pintu air dibangun sejak zaman Belanda.
“Pintu air ada sejak zaman Belanda dan untuk pengelolaan air oleh BBWS,” kata Prima.
Simak Video “Ayam Panggang Magetan, Racikan Bumbu Rujak dan Selera Gurih Bawang“
[Gambas:Video 20detik]
(sun/bdh)