Cari Sumber Air, Ilmuwan Malah Temukan Hewan dan Tumbuhan Baru detikJabar

Informasi Tentang Universitas Di Indonesia Dan Seluruh Dunia
Cari Sumber Air, Ilmuwan Malah Temukan Hewan dan Tumbuhan Baru detikJabar
Arkeolog Peru dan peneliti dari Universitas Yamagata di Jepang menemukan desain atau garis kuno baru berjumlah ratusan di Gurun Nazca, Peru. Gurun tersebut kini menjadi objek penelitian atau galeri seni.
Dilansir dari detikEdu, disebutkan dalam laporan Science Alert, survei drone dan gambar udara di Peru selatan kini telah mengidentifikasi 168 geoglyph (desain ukiran) baru di Situs Warisan Dunia Nazca Lines.
Dalam temuannya itu disebutkan total ada sekitar 50 gambar geografis berskala besar yang menggambarkan sosok menyerupai manusia. Bahkan salah satu ilustrasi humanoid tampak memakai sedikit rambut wajah, gaya Homer Simpson.
Sejumlah desain lainya yang terukir di lanskap menampilkan burung, orca, kucing, dan ular. Sedangkan desain lainnya hanya berupa garis sederhana atau pola trapesium.
Peneliti belum mengetahui pasti kapan desain itu dibuat. Namun mereka menemukan petunjuk berupa pot tanah liat yang ditemukan di dekat garis atau desain tersebut berasal dari masa antara 100 SM dan 300 SM.
Para peneliti menggunakan teknologi drone untuk melihat Garis Nazca sehingga terlihat lebih jelas daripada sebelumnya.
Benar saja, dengan bantuan analisis program kecerdasan buatan, memperlihatkan pola berbeda yang lebih cepat dan lebih andal dari mata manusia.
Untuk diketahui, Garis Nazca adalah salah satu tempat misteri bersejarah yang paling menarik bagi para arkeolog.
Lantaran, sampai saat ini belum ada alasan yang bisa dijelaskan bahwa antara 500 SM dan 500 M masyarakat di Peru selatan membangun garis bentuk, dan gambar sederhana di seluruh lanskap.
Garis-garis tersebut telah ditafsirkan dengan berbagai cara selama beberapa dekade, namun penjelasan umum yang didapatkan adalah untuk dewa di langit yang memandang rendah manusia.
Teori populer lainnya menyebutkan bahwa gambar dan pola tersebut digambar untuk tujuan astronomi ritualistik dan dimaksudkan untuk memantulkan bintang.
Pada tahun 1994, gurun Nazca ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia. Saat itu, hanya ada sekitar 30 geoglyph yang ditemukan dan sebagian besar terdiri dari gambar tumbuhan dan hewan.
Kemudian pada 2019, para arkeolog telah menemukan total hampir 200 geoglyph. Beberapa di antaranya menggambarkan figur humanoid.
Sampai saat ini, dengan tambahan terbaru yang ditemukan oleh para peneliti dari Universitas Yamagata, jumlah resmi garis Nazca yang diketahui menjadi 358.
Para ilmuwan di Yamagata menghitung sebanyak mungkin desain misterius itu berdasarkan izin dari Kementerian Kebudayaan Peru. Peneliti memprediksi bahwa masih banyak lagi karya seni kuno yang bersembunyi di gurun pasir Nazca Peru.
Simak Video “Penemuan Arkeologi di Indonesia yang Menggemparkan Dunia“
[Gambas:Video 20detik]
(hsr/ata)
Gurun Nazca di Peru menjadi galeri seni bagi para ilmuwan. Pasalnya sejak tahun lalu, arkeolog di Peru dan peneliti di Universitas Yamagata di Jepang telah berhasil menemukan desain atau garis kuno baru berjumlah ratusan.
Dalam laporan yang dilansir dari Science Alert, survei drone dan gambar udara di Peru selatan kini telah mengidentifikasi 168 geoglyph (desain ukiran) baru di Situs Warisan Dunia Nazca Lines.
Total ada sekitar 50 gambar geografis berskala besar yang menggambarkan sosok mirip manusia. Salah satu ilustrasi humanoid bahkan tampak memakai sedikit rambut wajah, gaya Homer Simpson.
Beberapa desain lain yang terukir di lanskap menampilkan burung, orca, kucing, dan ular. Sedangkan desain lainnya hanya berupa garis sederhana atau pola trapesium.
Sejauh ini peneliti masih sulit untuk mengatakan kapan desain dibuat. Tetapi berdasarkan bukti pot tanah liat yang ditemukan di dekat garis atau desain tersebut berasal dari masa antara 100 SM dan 300 M.
Para peneliti menggunakan teknologi drone untuk melihat Garis Nazca dengan lebih jelas daripada sebelumnya.
Hasilnya, dengan bantuan analisis program kecerdasan buatan, memperlihatkan pola berbeda yang lebih cepat dan lebih andal daripada mata manusia.
Sebagai informasi, Garis Nazca adalah salah satu tempat misteri bersejarah yang paling menarik bagi para arkeolog.
Sebab, sampai saat ini belum ada alasan yang bisa dijelaskan, bahwa antara 500 SM dan 500 M, masyarakat di Peru selatan membangun garis, bentuk, dan gambar sederhana di seluruh lanskap.
Garis-garis itu telah ditafsirkan dengan berbagai cara selama beberapa dekade, tetapi penjelasan yang paling umum adalah bahwa itu dimaksudkan untuk dewa di langit yang memandang rendah manusia.
Teori populer lainnya menyatakan bahwa gambar dan pola ini digambar untuk tujuan astronomi ritualistik dan dimaksudkan untuk memantulkan bintang.
Dengan berbagai warisan misterius itu, kemudian pada tahun 1994, gurun Nazca ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia. Saat itu, hanya ada sekitar 30 geoglyph yang ditemukan dan sebagian besar terdiri dari gambar tumbuhan dan hewan.
Lalu pada 2019, para arkeolog telah menemukan total hampir 200 geoglyph. Beberapa di antaranya menggambarkan figur humanoid.
Sampai saat ini, dengan tambahan terbaru yang ditemukan oleh para peneliti dari Universitas Yamagata, jumlah resmi garis Nazca yang diketahui telah mencapai 358.
Dengan izin dari Kementerian Kebudayaan Peru, para ilmuwan di Yamagata telah menjalankan misi mereka untuk menghitung sebanyak mungkin desain misterius ini. Peneliti memprediksi bahwa masih banyak lagi karya seni kuno yang bersembunyi di gurun pasir Nazca Peru. h
Simak Video “Penemuan Arkeologi di Indonesia yang Menggemparkan Dunia“
[Gambas:Video 20detik]
(faz/pal)
Sebuah spesies baru tanaman berbunga ditemukan di Sumatera bagian utara. Ahli botani dari Universitas Samudra mendapati tanaman ini di hutan campuran dataran rendah.
Spesies baru tanaman berbunga itu termasuk dalam genus Thottea, yakni genus subsemak dalam keluarga pipevine Aristolochiaceae. Tinggi pada umumnya kurang dari 1 meter dan anggotanya tersebar luas di Asia, yaitu di India sampai Sulawesi dan Filipina.
Thottea memiliki lebih dari 50 spesies yang diakui secara ilmiah. Beberapa di antara Thottea memiliki peran penting dalam pengobatan tradisional dan Ayurveda (teknik pengobatan kuno dari India).
Menurut dua ahli botani Universitas Samudra, Wendy Mustaqim dan Zulfan Ariqo, seperti dikutip dari Sci.News, salah satu pusat penyebaran genus Thottea ada di Sumatera. Pulau ini memiliki 10 spesies di antaranya.
Di Sumatera, kajian Thottea belum usai. Beberapa spesies menjadi kurang dikenal karena keterbatasan jumlah spesimen, misalnya Thottea beccarii dan Thottea tapanuliensis. Sebagian juga dideskripsikan berdasarkan bahan yang kurang lengkap, contohnya Thottea straatmanii.
Spesies Thottea yang baru saja ditemukan ini memiliki tinggi 1,5 meter. Tanaman itu dinamakan Thottea beungongtanoeh, merupakan tumbuhan endemik Aceh bagian timur.
Tanaman Thottea beungongtanoeh berbunga dan berbuah pada bulan Juni. Para peneilti ini juga menjelaskan bahwa tumbuhan itu bisa dibedakan dari spesies yang lainnya karena memiliki 33 cuping, jumlah terbanyak untuk genus Thottea.
Selain itu, Thottea beungongtanoeh mempunyai perbungaan yang dekat dengan permukaan tanah. Para ahli menilai spesies ini harus digolongkan ke dalam status terancam.
“Mengikuti IUCN (2012) dan IUCN Standards and Petitions Committee (2022), spesies ini paling baik untuk sementara ditetapkan sebagai Terancam Punah,” kata mereka.
Status ini dianggap ideal karena luas habitat Thottea beungongtanoeh kurang dari 10 kilometer persegi dan hanya diketahui ada di satu lokasi. Selain itu, habitat yang tersedia menurun dan tanaman dewasanya kurang dari 50.
Penemuan mengenai Thottea beungongtanoeh oleh para botanis Universitas Samudra itu telah dipublikasikan pada November 2022 lalu di jurnal Taiwania. Artikel ilmiah mereka bertajuk “Thottea beungongtanoeh (Aristolochiaceae), a New Species from Aceh, Northern Sumatra”.
Simak Video “Tips Membuat Bonsai yang Ramah di Kantong“
[Gambas:Video 20detik]
(nah/faz)
“Mas Harley, ternyata benar. Itu katak yang telah [lama] dianggap hilang. Satu dari 10 katak paling di cari dalam daftar pencarian global amfibi yang hilang tahun 2010 oleh Conservation International,” sebut Randi Agusti melalui sambungan ponsel.
Randi adalah seorang botanis dan peneliti muda yang turut dalam kegiatan Ekspedisi dan Eksplorasi Gunung Nyiut 2022 yang digagas BKSDA Kalbar. Kawasan konservasi ini terletak di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkayang, Sambas dan Sanggau, Kalimantan Barat.
Penjelasan Randi melampaui ekspektasi saya. Waktu ekspedisi yang singkat, -kurang dari 10 hari, dan hujan terus-menerus di lokasi, kami tak menyangka jika berhasil menemukan kembali katak pelangi atau sambas stream toad (Ansonia latidisca) di habitat aslinya.
Katak pelangi pertama kali dilaporkan keberadaanya pada tahun 1893 oleh ahli botani asal Jerman, Johann Gottfried Hallier, di bagian hulu Sungai Sambas, di puncak Gunung Damus, Gunung Nyiut, yang sekarang bagian Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.
Katak ini pernah dilaporkan di jumpai di tahun 1920-an. Sejak itu ‘lenyap’ dari bumi Nusantara. Perjumpaan terakhir dilaporkan oleh sekelompok peneliti herpetologi di Penrissen, Sarawak, Malaysia pada tahun 2011.
Luar biasanya, setelah 129 tahun berselang, katak pelangi dapat di jumpai kembali oleh para ahli botani Indonesia. Tepat di Hari Kemerdekaan RI ke-77 tanggal 17 Agustus 2022.
Baca juga: Katak-katak Pantai Selatan, Jenis Baru dari Hutan Pulau Jawa
Perjumpaan Tidak Terduga
Sejak pertamakalinya ditemukan ciri-ciri katak pelangi hanya di ketahui dari satu gambar ilustrasi, sketsa berwarna hitam putih, yang dibuat oleh Hallier.
Ciri fisiknya berkaki kurus dan panjang, dengan tubuh bertotol-totol. Tubuhnya berukuran kecil, panjang antara 30 – 50 mm. Kulit belakang berwarna hijau terang, ungu dan merah. Nama pelangi yang kemudian disematkan pada katak ini sesuai corak warna kulitnya tersebut.
Bintik-bintik katak ini berwarna tampak pada kulit belakang tidak rata, tetapi seperti batu kerikil atau mirip kutil. Dikutip dari National Geographic, seorang ahli amfibi dari Conservation Internastional, Robin Moore, menyebut kulit seperti itu biasanya menunjukkan tanda-tanda adanya kelenjar racun.
Dari ciri tersebutl, kami yakin katak yang kami jumpai di Gunung Nyiut adalah katak pelangi. Saat kami temukan, ia sedang berkamuflase mengikuti warna helai daun tempatnya mendekam. Cara ini adalah upaya melindungi dirinya untuk mengelabui satwa pemangsanya.
Malam harinya, -saat hujan telah reda, saya, Randi dan tiga orang rekan lainnya melakukan herping di aliran sungai kecil berbatu-batu yang tidak jauh dari basecamp. Katak pelangi adalah spesies malam yang aktif di sekitar sungai berbatu-batu.
Setelah perjumpaan hari itu, -bahkan hingga kami kembali ke Kantor BKSDA Kalbar di Kota Pontianak, kami belum sadar jika katak tersebut adalah katak pelangi. Saya baru sadar tiga hari kemudian setelah tiba kembali di Bogor, tempat saya tinggal, setelah mengecek ke referensi ciri-ciri fisiknya.
Baca juga: Katak Tanduk, Spesies Baru dari Kalimantan
Capaian Luar Biasa
Sadtata Noor Adirahmanta, pejabat Kepala BKSDA Kalbar saat itu menyebut kegiatan jelajah Gunung Nyiut telah mendapatkan capaian luar biasa.
“Beberapa spesies tumbuhan baru sudah ditemukan dan dikonfirmasikan memang benar merupakan spesies baru. Bahkan ada beberapa di antaranya merupakan new record atau sebelumnya belum pernah ditemukan di Indonesia.”
Temuan ini juga menjadi pesan penting bagi para pemangku kepentingan untuk menjalankan amanah konservasi.
“Adanya temuan menunjukkan ada banyak hal lain yang belum kita temukan. Ini seharusnya menjadi titik tolak untuk melakukan penjelajahan lebih luas lagi,” lanjutnya.
Terkait dengan penemuan kembali katak pelangi, BKSDA Kalbar lebih lanjut akan merancang survei habitat dan pendugaan populasi sebaran jenis ini di CA Gunung Nyiut. Meski demikian, informasi titik koordinat distribusinya perlu dirahasiakan. Mengingat spesies ini menjadi incaran kolektor fauna bernilai tinggi.
“Paling utama adalah hasil temuan yang diperoleh segera dilakukan kajian dan dipublikasi pada jurnal ilmiah, agar kelestarian habitatnya dan upaya perlindungan kawasannya terjaga,” sebut Kepala BKSDA Kalbar, Wiwied Widodo.
Sebutnya, langkah-langkah strategis konservasi keanekaragaman jenis endemik CA Gunung Nyiut akan disiapkan agar penemuan kelimpahan jenis-jenis baru pun dapat diungkap.
*Harley Bayu Sastha, penulis buku, petualang, penjelajah, dan pemerhati kegiatan alam bebas. Pendiri dan redaksi e-magazine Mountmag.
***
Gambar utama: Katak pelangi (Ansonia latidisca) dari balik daun. Dok: Tim Jelajah CA Gunung Nyiut BKSDA Kalbar 2022.
FAJAR, MAKASSAR-Universitas Negeri Makassar (UNM) kembali mengukuhkan dua guru besar. Prof Pince Salempa, Guru Besar dalam bidang ilmu Kimia dan Prof Bunga Dara Amin, Guru Besar bidang Ilmu Pendidikan Fisika). Keduanya dikukuhkan di Ballroom Theater Menara Pinisi UNM, Jl AP Pettarani Makassar, Kamis, 24 November 2022.
Prof Bunga Dara Amin memaparkan, hasil penelitiannya terkait pengembangan perangkat pembelajaran fisika berbasis hypermedia dan pengaruhnya terhadap keterampilan pemecahan masalah mahasiswa.
Penelitiannya ini memperlihatkan, penguatan dan kecerdasan yang berbeda diakibatkan karena gaya belajar yang juga beraneka ragam atau berbeda. “Salah satunya diperlihatkan perbedaannya pada manusia yang belajar dengan memakai teknologi interaktif yang disebut pembelajaran dengan hypermedia,” ucapnya.
Kata Prof Bunga Dara Amin, pembelajaran dengan hypermedia merupakan bentuk media yang terbaru dan pelopor revolusi pembelajaran. Ada penggabungan antara hipertext dan teknologi multimedia interaktif. Hal ini memperlihatkan cara belajar tidak hanya menggunakan teks, tetapi juga grafik video dan audio.
Oleh karena itu, kata dia, walaupun melalui telepon dan sambungan kabel media, penggunaan hypermedia akan bermanfaat jika didukung oleh perangkat pembelajaran.
Sementara Prof Pince Salempa memaparkan hasil penelitiannya terkait Kolaborasi Senyawa antikanker dari tumbuhan endemik hutan tropis Sulawesi. Ia menjelaskan pengembangan obat-obatan dan bahan alam sangat potensial, di Sulawesi. Sebab memiliki iklim tropis, jadi ketika tumbuhan ini di ramu menjadi obat-obatan.
Hasilnya, tanaman yang tumbuh di iklim tropis mempunyai kemampuan merekayasa beraneka ragam senyawa kimia. “Begitu juga senyawa kimia alami, berpotensi sebagai insektisida antibumi dan antikanker. Makanya salah satu wilayah yang menjadi target penelitian herbal adalah tumbuhan hutan tropis di Sulawesi khususnya Sulawesi Barat,” ucapnya.
Prof Pince menyebutkan, di gunung Mandala dengan ketinggian 4.700 meter dari permukaan laut yang terletak di wilayah Kabupaten Mamuju, menyimpan potensi tumbuhan obat herbal. “Tumbuhan inilah yang bisa dibuatkan dalam Senyawa antikanker dari tumbuhan endemik hutan tropis Sulawesi,” ucapnya.
Rektor UNM, Prof Husain Syam menyampaikan gelar sebagai guru besar adalah sebuah pencapaian jabatan akademik tertinggi yang semua dosen di setiap perguruan tinggi sangat berharap bisa mendapatkannya.
Guru besar di bidang pertanian ini mengatakan, pengukuhan kedua guru besar tersebut tentu akan menambah energi dan semangat baru bagi Fakultas Matematika dan IPA, khususnya pada prodi fisika dan kimia.
“Tentunya gelar ini tidak langsung dicapai, ada proses yang membutuhkan waktu panjang. Saya selaku Rektor dengan pencapaian guru besar ini juga mendorong semangat pada dosen lain dalam mempersiapkan diri menuju gelar profesor,” terangnya.
Apalagi, di UNM sendiri sudah ada program percepatan guru besar yang menggelontorkan dana sebagai acuan dalam melakukan perubahan dengan menambah para ilmuwan atau calon guru besar di perguruan tinggi. (wis/*)
Warga di Kabupaten Karawang dihebohkan dengan penemuan setangkai tumbuhan berupa bunga bangkai.
Bunga yang diketahui bernama latin Amorphophallus paeoniifolius ini pertama kali ditemukan oleh Jaja (50) di dekat pemakaman Gang Mushola, Dusun Jatimulya, Desa Klari, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, pada Sabtu (19/11/2022).
“Lokasinya dekat makam. Saya lihat bunga ini waktu lagi mau nyari burung,” ungkap Jaja saat dikonfirmasi, Senin (21/11/2022).
Dituturkan Jaja, bunga bangkai tersebut diperkirakan sudah tumbuh sejak beberapa hari lalu, karena ukurannya sudah makin membesar.
“Sepertinya tumbuh sudah beberapa hari, sekarang makin besar. Banyak juga warga yang penasaran datang ke lokasi untuk melihat bunga itu,” kata dia.
Seperti namanya, bunga bangkai tersebut, kata Jaja, juga mengeluarkan bau tak sedap. Sebelumnya Jaja dan warga lain mengira bau itu datang dari bangkai binatang di sekitar lokasi tersebut.
“Awalnya saya dan warga lain mengira bau itu dari bangkai binatang, mungkin orang buang tikus atau apa. Setelah ditelusuri ternyata bunga bangkai yang langka,” ungkapnya.
Hingga kini, bunga bangkai tersebut masih tumbuh di lokasi dekat pemakaman, “Bunga itu belum diapa-apain, paling kita lapor ke aparat barangkali mau dipindahkan karena katanya ini bunga langka,” katanya.
Walau berbau namun, jenis bunga bangkai ini dapat dikonsumsi. Suweg atau nama lain dari Amorphophalus ini dikenal memiliki umbi yang memiliki serat yang tinggi.
(yum/yum)